Perkembangan komunikasi terus
berjalan, dulunya mentok hanya
di seputaran obrolan langsung antara wajah ke wajah. Sampai saat ini komunikasi
bisa dilakukan bisa melalui telepon, sms, media sosial, dan yang paling banyak
digunakan dihampir semua kalangan adalah aplikasi WA (Whatsup), sebagian besar
obrolan tiap orang dilakkan melalui WA. Sayangnya, banyak oknum yang dengan
mudahnya meninggalkan adab berkomunikasi, kebanyakan berdalih karena sudah
menggunakan digital, dan merasa bahwa adab berkomunikasi hanya dilakukan ketika
saling berhadapan langsung. Padahal, semua berada pada sejauh mana kita
memahami penggunaan adab itu, dimanapun dan kapanpun. Ada beberapa
hal yang dilakukan banyak orang ketika berkomunikasi menggunakan WA, yang
sebenarnya tanpa sadar itu sudah masuk kategori kurang beradab;
Mematikan Tanda Baca
Iya di WA ada pengaturan yang bisa membuat tanda
birunya itu tidak muncul di gadget pengirim, walau sudah kita baca sebagai
penerima pesan. Jadi misalkan isi chatnya
panjang, semua hanya akan centang dua
saja, tidak ada tanda biru yang menandakan bahwa telah dibaca penerima. Itu
artinya, si penerima bisa dengan bebas ingin membalas pesan atau tidak. Karena
si pengirim akan mengira bahwa pesannya belum dibaca. Dan jika pengirim sudah
paham trik ini, dia malah akan lebih bingung, pesannya sudah dibaca atau belum.
Nah dalam dunia nyata, ini ibarat dua orang yang sedang berbicara, satu orang
dengan sikap dan posisi baik, eh yang satu dengan posisi tiduran dan
membelakangi lawan bicara. Sopan tidak? Ngenes
kan rasanya. Kita juga akan jadi bingung, lawan bicara kita sebenarnya menyimak
tidak sih, udah tidur jangan jangan, dan seandainya menjawab, ya tetap tidak
sopan, apalagi kalau chat dengan orang yang lebih tua. Sama anak kecil saja
Rasulullah Saw mengajarkan adab yang baik.
Status
Juga trik atau pengaturan di atas bisa membuat
kita melihat status WA yang diposting oleh teman kontak kita tanpa ada
pemberitahuan kepada si pembuat status, jadi nama kita tidak akan muncul di list
penonton. Kelihatannya seru kan? Tapi, bagi saya, perilaku seperti ini cukup
fatal. Itu sama artinya kita tukang intip. Astaghfirullah.
Jika ada yang beralasan “Tapikan dengan dia buat
status itu artinya dia sudah ikhlas
statusnya dilihat siapapun”, jawabannya, iya, tapi ini lagi lagi soal adab,
itulah ganasnya media sosial, jika tidak paham, kita akan menganggap
semuanya tidak masalah dengan dalih “tapi kan, tapi kan, dan tapi kan lainnya”.
Bukankah sebaik baik adab adalah meminta izin terhadap segala sesuatu yang
dirasa didalamnya terdapat hak orang lain. Nah, dengan masuknya kita kedalam
daftar yang melihat, maka itu sudah termasuk permohonan izin dari kita.
Bagaimana coba jika ada yang buat status, lalu
orang tersebut berikrar dalam hati “siapapun yang melihat status saya ini tanpa
pemberitahuan, wallahi saya nggak ridha, enak aja ngintip-ngintip status orang”
hayo loo.
Menghapus/Menarik Pesan Tanpa Konfirmasi
Menghapus pesan sebelum dibaca tanpa meminta
maaf atau memberi konfirmasi. Ya itu
bahasa formalnya, dalam prakteknya bisa disesuaikan, intinya yang
begitulah ya. Harusnya ketika kita menarik pesan sebelum dibaca penerima, kita
juga harus memberi konfirmasi. Misal “maaf tadi salah ketik” atau jika memang
terkirim sebuah hal yang tidak perlu kita kirim, dan kita terlambat menyadari
hingga memutuskan menarik pesan sebelum dibaca, tetap harus konfirmasi sekadar
“Maaf ya maaf, tadi ada mau kirim sesuatu soal ini, tapi saya rasa kurang enak
juga dibahas, bisa tambah rumit, jadi lupakan aja ya, maaf” Nah kan enak.
Bagi saya, orang yang suka hapus pesan tanpa
konfirmasi itu, seperti ini: pernahkan kita lagi duduk duduk enak, eh dipanggil
“Eh sini dulu” udah dia yang butuh kita pula yang suruh datang nyamperin, sewaktu
kita udah datang eh dia dengan entengnya mengatakan “nggak jadilah” hmm, gimana
coba rasanya?. Karena bisa jadi orang yang kita chat sedang tiduran atau duduk
nyaman istirahat, lalu terdengar nada masuk WA, demi ingin melihat dan membalas
chat kita, dia rela bangkit dari posisi nyamannya, saat dibuka “pesan ini telah
dihapus” Jreengg.
“Tapikan orang muslim harus berlapang dada,
sabar, kalau dia merasa marah, itu tandanya imannya tipis.” Nah kan pakai
‘Tapikan’ lagi.
Ini bukan soal urusan si penerima pesan,
mengenai dia sabar atau tidak, itu urusan dia. Ini pembahasannya adalah di
kitanya, sang pelaku. Mau iman si penerima pesan itu
tebal atau tipis ya tetap aja kita harus mengamalkan sebaik baik adab.
Sekian saja dulu ya. Ingat, adab adalah sebuah
hal yang utama. Itulah yang membuat orang ber-akhlaq baik lebih istimewa,
karena susah dicari, tidak ada ma’had atau lembaga khusus pembentuknya, dan
semua orang belum tentu bisa, sekalipun penghafal Qur’an, ahli ilmu (dibalik
banyaknya kemuliaan mereka) dan lainnya. Akhlaq baik berasal dari tempahan yang
cukup lama.
Mohon maaf atas banyaknya kesalahan dalam tulisan ini.