Ini adalah tulisan yang tidak terstruktur. Maka pandai pandai lah memilah faedahnya ya netizen yang saya segani. Pertama, ana ingin menyatakan kesudahan ana menahan resah atas banyaknya postingan postingan yang katanya membuat efek baper para kaum jomblo fii sabilillah. (Eh, sebentar, sebelumnya, ana sedikit bagaimana ya kalau nulis tentang nikah gini. Ya you know lah, ini adalah hal yang sensitif. Dalam hitungan detik, biasanya ana akan dibully cie cie, tapi demi kemaslahatan bersama. Ana akan tempuh jalan penuh onak dan duri ini dek). Lanjutt..., sekarang banyak kita temui postingan manis yang bertebaran di jagad sosial media, bak cenawan pada musim hujan. Kalau ana boleh menilainya, itu semua minim edukasi. Yang ditampilkan hanyalah hal hal mengumbar mesra;
berlari pada debur ombak senja
sang suami mengejar dengan penuh tawa
si istri berusaha menghindar manja
berlari pada debur ombak senja
sang suami mengejar dengan penuh tawa
si istri berusaha menghindar manja
diiringi backsound "Ana Uhibbuka Fillah"
duh sok sweetnyaa. Seolah ini semua menjadi kampanye "Ayoo Nikah Muda, Ibadah, Menjaga, dll", dan efeknya, BOOM. Ana tidak sepenuhnya menyalahkan karena itu semua kembali pada hak setiap orang dalam mengumbar kehidupan rumah tangganya, tapi juga tidak bisa dijadikan pembenaran sepenuhnya. Terkhusus bagi para aktifis dakwah yang terjun langsung pada medan nya, pasti bisa merasakan hal ini. Terlebih para aktifis dakwah yang merasakan dua zaman. Pada saat ini, seolah banyak yang mudah baper tidak berfaedah, ghirah militan pun sulit ditemukan, ruhul jadidnya, kalaupun ada, ia begitu rapuh. VMJ makin semarak, bahkan di internal kalangan aktifis dakwah. Sampai ada selentingan, beberapa organisasi pemuda Islam, malah seolah menjadi ajang biro jodoh. Ke-asholahan dakwah sedikit pudar. Tapi semua mesti tetap berkhusnudzon, karena banyak juga yang memegang teguh manhaj murni. Ana pernah merasakan dua zaman saat aktif di rohis kampus. Zaman belum ada android (belum booming maksudnya, ku tak setua itu kok), dulu zaman awal dakwah kampus, semua masih manual, taujih lewat sms, undangan syuro' lewat sms, belum ada mah WA, dkk. Maka Asholah dakwah masih begitu kental terjaga, akhawat dilarang keluar malam jika tidak urgent, dilarang Facebookan malam, sms ikhwan atau sebaliknya tidak boleh malam malam, semua masih benar benar terjaga, dan ini memberi efek pada solidnya gerakan, dan murninya tiap keputusan yang dihasilkan (walau fleksibilitas dakwah tetap diterapkan). Ku masih ingat, ada ikhwan yang untuk merumuskan batasan syuro', ia harus menyelesaikannya dalam waktu 1 bulan. Dan itu dikerjakan dalam bulan ramadhan, dan ia mengerjakannya dalam keadaan terus menjaga Wudhu, perpoint nya ia beri dalil shahih, baik hadist maupun Qur'an. Tiap selesai, ia pun tilawah, lalu lanjut lagi.
duh sok sweetnyaa. Seolah ini semua menjadi kampanye "Ayoo Nikah Muda, Ibadah, Menjaga, dll", dan efeknya, BOOM. Ana tidak sepenuhnya menyalahkan karena itu semua kembali pada hak setiap orang dalam mengumbar kehidupan rumah tangganya, tapi juga tidak bisa dijadikan pembenaran sepenuhnya. Terkhusus bagi para aktifis dakwah yang terjun langsung pada medan nya, pasti bisa merasakan hal ini. Terlebih para aktifis dakwah yang merasakan dua zaman. Pada saat ini, seolah banyak yang mudah baper tidak berfaedah, ghirah militan pun sulit ditemukan, ruhul jadidnya, kalaupun ada, ia begitu rapuh. VMJ makin semarak, bahkan di internal kalangan aktifis dakwah. Sampai ada selentingan, beberapa organisasi pemuda Islam, malah seolah menjadi ajang biro jodoh. Ke-asholahan dakwah sedikit pudar. Tapi semua mesti tetap berkhusnudzon, karena banyak juga yang memegang teguh manhaj murni. Ana pernah merasakan dua zaman saat aktif di rohis kampus. Zaman belum ada android (belum booming maksudnya, ku tak setua itu kok), dulu zaman awal dakwah kampus, semua masih manual, taujih lewat sms, undangan syuro' lewat sms, belum ada mah WA, dkk. Maka Asholah dakwah masih begitu kental terjaga, akhawat dilarang keluar malam jika tidak urgent, dilarang Facebookan malam, sms ikhwan atau sebaliknya tidak boleh malam malam, semua masih benar benar terjaga, dan ini memberi efek pada solidnya gerakan, dan murninya tiap keputusan yang dihasilkan (walau fleksibilitas dakwah tetap diterapkan). Ku masih ingat, ada ikhwan yang untuk merumuskan batasan syuro', ia harus menyelesaikannya dalam waktu 1 bulan. Dan itu dikerjakan dalam bulan ramadhan, dan ia mengerjakannya dalam keadaan terus menjaga Wudhu, perpoint nya ia beri dalil shahih, baik hadist maupun Qur'an. Tiap selesai, ia pun tilawah, lalu lanjut lagi.
---
Padi intinya, ana ingin mengingatkan diri ana sendiri dan teman-teman semua, jangan sampai salah persepsi memandang pernikahan. Sekilas pernikahan memang tampak begitu indah membahagiakan, namun tidak sepenuhnya begitu, karena ia adalah bentuk ibadah yang bernilai pahala tinggi, dan segala yang memiliki nilai pahala tinggi, pastilah sukar untuk dilalui, penuh perjuangan. Dan memang begitulah pernikahan. Jangan sampai kita hanya fokus pada keindahan pernikahan, lalu lupa menjadikan pernikahan itu kapal dakwah yang menuju RidhaNya. Diawal sekali, kita harus mempersiapkan segalanya dengan matang, ilmu, iman, ruhiyah, jasadiyah. Serta visi yang akan dibangun bersama pasangan. Keluarga seperti apa yang ingin dibentuk? Jika penghafal Qur'an, maka keduanya harus serius membuat program dengan detail untuk mencapai itu, serta komitmen melaksanakannnya. Bahkan sampai membuka rumah rumah tahfidz, jelas itu butuh perjuangan.
Jika ingin membangun keluarga dakwah yang menebar manfaat, maka juga buat target serta capaiannya dengan detail. Bermanfaat untuk negara, jika tidak bisa, bermanfaat untuk Provinsi, jika belum tercapai, buat action plan bermanfaat untuk Kabupaten/Kota. seminimalnya, keluarga yang kita bangun mampu memberi manfaat jelas di lingkungan tempat tinggal. Itu juga butuh perjuangan.
Perjuangan membangun komunikasi yang baik dengan pasangan, perjuangan untuk taat pada suami, perjuangan untuk membahagiakan istri, perjuangan mendidik anak, serta rangkaian perjuangan lainnya. Khusus Ikhwan juga nih, dikurangi tuh ketawa sambil cengengesan saat ada kajian dan ustadz nya nyindir-nyindir tentang nikah. Lah gimana bisa ketawa, padahal saat kita mengucap akad perjanjian Mitsaqon ghalijo, saat itu juga Arsy berguncang, sangkin berat dan besarnya amanah yang akan kita pikul.
---
Ya kalau konsep ana, di awal harus sudah mengkristalkan konsep fikir, bahwa menikah berarti masuk pada fase perjuangan selanjutnya, maka harus menguatkan tulang, sendi, otot, dan seluruh daya upaya untuk mengarungi fase itu, karena pahalanya pun besar. Mengenai kebahagiaan-kebahagiaan yang di dapat, itu adalah bonus di dunia.
Maka, mulai kurangi atuh stalking akun akun yang bikin hati berbunga tidak pada musimnya, InsyaAllah semua akan cie cie pada waktunya.
:)
0 komentar:
Posting Komentar