Senin, 31 Desember 2018

Menikah

Ini adalah tulisan yang tidak terstruktur. Maka pandai pandai lah memilah faedahnya ya netizen yang saya segani. Pertama, ana ingin menyatakan kesudahan ana menahan resah atas banyaknya postingan postingan yang katanya membuat efek baper para kaum jomblo fii sabilillah. (Eh, sebentar, sebelumnya, ana sedikit bagaimana ya kalau nulis tentang nikah gini. Ya you know lah, ini adalah hal yang sensitif. Dalam hitungan detik, biasanya ana akan dibully cie cie, tapi demi kemaslahatan bersama. Ana akan tempuh jalan penuh onak dan duri ini dek). Lanjutt..., sekarang banyak kita temui postingan manis yang bertebaran di jagad sosial media, bak cenawan pada musim hujan. Kalau ana boleh menilainya, itu semua minim edukasi. Yang ditampilkan hanyalah hal hal mengumbar mesra;
berlari pada debur ombak senja
sang suami mengejar dengan penuh tawa
si istri berusaha menghindar manja
diiringi backsound "Ana Uhibbuka Fillah"
duh sok sweetnyaa. Seolah ini semua menjadi kampanye "Ayoo Nikah Muda, Ibadah, Menjaga, dll", dan efeknya, BOOM. Ana tidak sepenuhnya menyalahkan karena itu semua kembali pada hak setiap orang dalam mengumbar kehidupan rumah tangganya, tapi juga tidak bisa dijadikan pembenaran sepenuhnya. Terkhusus bagi para aktifis dakwah yang terjun langsung pada medan nya, pasti bisa merasakan hal ini. Terlebih para aktifis dakwah yang merasakan dua zaman. Pada saat ini, seolah banyak yang mudah baper tidak berfaedah, ghirah militan pun sulit ditemukan, ruhul jadidnya, kalaupun ada, ia begitu rapuh. VMJ makin semarak, bahkan di internal kalangan aktifis dakwah. Sampai ada selentingan, beberapa organisasi pemuda Islam, malah seolah menjadi ajang biro jodoh. Ke-asholahan dakwah sedikit pudar. Tapi semua mesti tetap berkhusnudzon, karena banyak juga yang memegang teguh manhaj murni. Ana  pernah merasakan dua zaman saat aktif di rohis kampus. Zaman belum ada android (belum booming maksudnya, ku tak setua itu kok), dulu zaman awal dakwah kampus, semua masih manual, taujih lewat sms, undangan syuro' lewat sms, belum ada mah WA, dkk. Maka Asholah dakwah masih begitu kental terjaga, akhawat dilarang keluar malam jika tidak urgent, dilarang Facebookan malam, sms ikhwan atau sebaliknya tidak boleh malam malam, semua masih benar benar terjaga, dan ini memberi efek pada solidnya gerakan, dan murninya tiap keputusan yang dihasilkan (walau fleksibilitas dakwah tetap diterapkan). Ku masih ingat, ada ikhwan yang untuk merumuskan batasan syuro', ia harus menyelesaikannya dalam waktu 1 bulan. Dan itu dikerjakan dalam bulan ramadhan, dan ia mengerjakannya dalam keadaan terus menjaga Wudhu, perpoint nya ia beri dalil shahih, baik hadist maupun Qur'an. Tiap selesai, ia pun tilawah, lalu lanjut lagi.
---
Padi intinya, ana ingin mengingatkan diri ana sendiri dan teman-teman semua, jangan sampai salah persepsi memandang pernikahan. Sekilas pernikahan memang tampak begitu indah membahagiakan, namun tidak sepenuhnya begitu, karena ia adalah bentuk ibadah yang bernilai pahala tinggi, dan segala yang memiliki nilai pahala tinggi, pastilah sukar untuk dilalui, penuh perjuangan. Dan memang begitulah pernikahan. Jangan sampai kita hanya fokus pada keindahan pernikahan, lalu lupa menjadikan pernikahan itu kapal dakwah yang menuju RidhaNya. Diawal sekali, kita harus mempersiapkan segalanya dengan matang, ilmu, iman, ruhiyah, jasadiyah. Serta visi yang akan dibangun bersama pasangan. Keluarga seperti apa yang ingin dibentuk? Jika penghafal Qur'an, maka keduanya harus serius membuat program dengan detail untuk mencapai itu, serta komitmen melaksanakannnya. Bahkan sampai membuka rumah rumah tahfidz, jelas itu butuh perjuangan.
Jika ingin membangun keluarga dakwah yang menebar manfaat, maka juga buat target serta capaiannya dengan detail. Bermanfaat untuk negara, jika tidak bisa, bermanfaat untuk Provinsi, jika belum tercapai, buat action plan bermanfaat untuk Kabupaten/Kota. seminimalnya, keluarga yang kita bangun mampu memberi manfaat jelas di lingkungan tempat tinggal. Itu juga butuh perjuangan.
Perjuangan membangun komunikasi yang baik dengan pasangan, perjuangan untuk taat pada suami, perjuangan untuk membahagiakan istri, perjuangan mendidik anak, serta rangkaian perjuangan lainnya. Khusus Ikhwan juga nih, dikurangi tuh ketawa sambil cengengesan saat ada kajian dan ustadz nya nyindir-nyindir tentang nikah. Lah gimana bisa ketawa, padahal saat kita mengucap akad perjanjian Mitsaqon ghalijo, saat itu juga Arsy berguncang, sangkin berat dan besarnya amanah yang akan kita pikul.
---
Ya kalau konsep ana, di awal harus sudah mengkristalkan konsep fikir, bahwa menikah berarti masuk pada fase perjuangan selanjutnya, maka harus menguatkan tulang, sendi, otot, dan seluruh daya upaya untuk mengarungi fase itu, karena pahalanya pun besar. Mengenai kebahagiaan-kebahagiaan yang di dapat, itu adalah bonus di dunia.
Maka, mulai kurangi atuh stalking akun akun yang bikin hati berbunga tidak pada musimnya, InsyaAllah semua akan cie cie pada waktunya.
:)

Senin, 13 Agustus 2018

Adab Berkomunikasi di WhatsUp


Perkembangan komunikasi terus berjalan, dulunya mentok hanya di seputaran obrolan langsung antara wajah ke wajah. Sampai saat ini komunikasi bisa dilakukan bisa melalui telepon, sms, media sosial, dan yang paling banyak digunakan dihampir semua kalangan adalah aplikasi WA (Whatsup), sebagian besar obrolan tiap orang dilakkan melalui WA. Sayangnya, banyak oknum yang dengan mudahnya meninggalkan adab berkomunikasi, kebanyakan berdalih karena sudah menggunakan digital, dan merasa bahwa adab berkomunikasi hanya dilakukan ketika saling berhadapan langsung. Padahal, semua berada pada sejauh mana kita memahami penggunaan adab itu, dimanapun dan kapanpun. Ada beberapa hal yang dilakukan banyak orang ketika berkomunikasi menggunakan WA, yang sebenarnya tanpa sadar itu sudah masuk kategori kurang beradab;

Mematikan Tanda Baca

Iya di WA ada pengaturan yang bisa membuat tanda birunya itu tidak muncul di gadget pengirim, walau sudah kita baca sebagai penerima pesan. Jadi misalkan  isi chatnya  panjang, semua hanya akan centang dua saja, tidak ada tanda biru yang menandakan bahwa telah dibaca penerima. Itu artinya, si penerima bisa dengan bebas ingin membalas pesan atau tidak. Karena si pengirim akan mengira bahwa pesannya belum dibaca. Dan jika pengirim sudah paham trik ini, dia malah akan lebih bingung, pesannya sudah dibaca atau belum. Nah dalam dunia nyata, ini ibarat dua orang yang sedang berbicara, satu orang dengan sikap dan posisi baik, eh yang satu dengan posisi tiduran dan membelakangi lawan bicara. Sopan tidak? Ngenes kan rasanya. Kita juga akan jadi bingung, lawan bicara kita sebenarnya menyimak tidak sih, udah tidur jangan jangan, dan seandainya menjawab, ya tetap tidak sopan, apalagi kalau chat dengan orang yang lebih tua. Sama anak kecil saja Rasulullah Saw mengajarkan adab yang baik.

Status
Juga trik atau pengaturan di atas bisa membuat kita melihat status WA yang diposting oleh teman kontak kita tanpa ada pemberitahuan kepada si pembuat status, jadi nama kita tidak akan muncul di list penonton. Kelihatannya seru kan? Tapi, bagi saya, perilaku seperti ini cukup fatal. Itu sama artinya kita tukang intip. Astaghfirullah.
Jika ada yang beralasan “Tapikan dengan dia buat status itu  artinya dia sudah ikhlas statusnya dilihat siapapun”, jawabannya, iya, tapi ini lagi lagi soal adab, itulah ganasnya media sosial, jika tidak paham, kita akan menganggap semuanya tidak masalah dengan dalih “tapi kan, tapi kan, dan tapi kan lainnya”. Bukankah sebaik baik adab adalah meminta izin terhadap segala sesuatu yang dirasa didalamnya terdapat hak orang lain. Nah, dengan masuknya kita kedalam daftar yang melihat, maka itu sudah termasuk permohonan izin dari kita.
Bagaimana coba jika ada yang buat status, lalu orang tersebut berikrar dalam hati “siapapun yang melihat status saya ini tanpa pemberitahuan, wallahi saya nggak ridha, enak aja ngintip-ngintip status orang” hayo loo.

Menghapus/Menarik Pesan Tanpa Konfirmasi
Menghapus pesan sebelum dibaca tanpa meminta maaf atau memberi konfirmasi. Ya itu  bahasa formalnya, dalam prakteknya bisa disesuaikan, intinya yang begitulah ya. Harusnya ketika kita menarik pesan sebelum dibaca penerima, kita juga harus memberi konfirmasi. Misal “maaf tadi salah ketik” atau jika memang terkirim sebuah hal yang tidak perlu kita kirim, dan kita terlambat menyadari hingga memutuskan menarik pesan sebelum dibaca, tetap harus konfirmasi sekadar “Maaf ya maaf, tadi ada mau kirim sesuatu soal ini, tapi saya rasa kurang enak juga dibahas, bisa tambah rumit, jadi lupakan aja ya, maaf” Nah kan enak.
Bagi saya, orang yang suka hapus pesan tanpa konfirmasi itu, seperti ini: pernahkan kita lagi duduk duduk enak, eh dipanggil “Eh sini dulu” udah dia yang butuh kita pula yang suruh datang nyamperin, sewaktu kita udah datang eh dia dengan entengnya mengatakan “nggak jadilah” hmm, gimana coba rasanya?. Karena bisa jadi orang yang kita chat sedang tiduran atau duduk nyaman istirahat, lalu terdengar nada masuk WA, demi ingin melihat dan membalas chat kita, dia rela bangkit dari posisi nyamannya, saat dibuka “pesan ini telah dihapus” Jreengg.

“Tapikan orang muslim harus berlapang dada, sabar, kalau dia merasa marah, itu tandanya imannya tipis.” Nah kan pakai ‘Tapikan’ lagi.
Ini bukan soal urusan si penerima pesan, mengenai dia sabar atau tidak, itu urusan dia. Ini pembahasannya adalah di kitanya, sang pelaku. Mau iman si penerima pesan itu tebal atau tipis ya tetap aja kita harus mengamalkan sebaik baik adab.

Sekian saja dulu ya. Ingat, adab adalah sebuah hal yang utama. Itulah yang membuat orang ber-akhlaq baik lebih istimewa, karena susah dicari, tidak ada ma’had atau lembaga khusus pembentuknya, dan semua orang belum tentu bisa, sekalipun penghafal Qur’an, ahli ilmu (dibalik banyaknya kemuliaan mereka) dan lainnya. Akhlaq baik berasal dari tempahan yang cukup lama. 

Mohon maaf atas banyaknya kesalahan dalam tulisan ini.
Diberdayakan oleh Blogger.